an-Achievement (n’Ach)
(Ghirotut-Taqoddum, Gairah Maju)
Dengan Nama Tuhan YM Pengasih & YM Penyayang
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang paling istimewa, paling mulia, paling pandai, dan sebagainya. namun, jika berpaling juga paling ‘berpaling’. Makhluk lain kemampuannya ‘dijatah’ (terbatas, tak bisa dikembangkan). Manusia, dianugerahi Akal (Pikiran), Qolbu (Perasaan), Syu’ur (Kesadaran) yang boleh dikatakan ‘tidak terbatas’ kemampuannya. Ketiga organ diatas merupakan keistimewaan manusia dari 4JJI yang I. Keistimewaan yang ke II ialah Kebebasan (bisa berbuat positif dan negatif, baik dan buruk. Keistimewaan ke III ialah Nafsu (keinginan), manusia bisa berbuat apa saja hingga tinggi sekali (hebat) dan bisa juga hingga rendah sekali (hina). 1)
Akal, Bebas, dan Nafsu.. kalau salah satunya ‘kurang atau hilang’ maka hidup ini akan hambar tidak bermakna. Adapun hidup yang bermakna, setengah bermakna, atau tidak bermakna (bahkan merugikan dirinya serta orang lain), yang membentuknya ya “up to us, up to him, up to her, up to you!”. Nasib kita ini, 90% kita sendiri yang menentukan. 2) Penjajah Belanda mengajarkan kepada rakyat kita bahwa nasib kita 100% ditentukan 4JJI tujuannya supaya rakyat kita tidak memberontak, tidak menjadi teroris (istilah penjajah, pemberontak tsb menurut istilah kita ‘pejuang’!).
Berfikir
Sebelum seorang melakukan suatu perbuatan pasti dipikirkan terlebih dahulu. Cara berfikir cara Penjajah Belanda atau cara Barat, jika sudah logis (masuk akal) sudah boleh berkesimpulan. Inilah yang sering dikatakan “mendewakan lo-gika/ akal”. 3)
Ternyata cara seperti itu hanya melibatkan das sein terutama para pengikut aliran Empirisme. Bagi orang Timur yang religius, peranan Qolbu (das ich) dan juga Syu’ur (das uber ich) tidak boleh ditinggalkan, hal ini telah dikabarkan di dalam suatu prasasti Mesir kuno (3.000 s.M) atau 5.000 tahun yang lalu. Adapun tahapan berfikir yang lebih sempurna sbb:
(1). Pastikan dengan penginderaan, rekamlah sesempurna mungkin dalam otak besar. Ingat, seringkali indera kita kurang bagus mutu atau bekerjanya, sedang proses berfikir berjalan terus saja, maka akibatnya data yang masuk dan direkam oleh otak besar, tidak akurat, banyak salahnya. Maka itu baguskanlah panca-indera..
(2). Jajaki dengan pengiraan dengan tidak gegabah, tapi hati-hati, sebab ‘mengira’ itu sering meleset dan dosa. 4) Jangan cepat berkomentar (terutama komentar negatif) apalagi berani memutuskan sesuatu padahal baru mendengar dari orang lain, belum dibuktikan.. Ini yang sering menjadi ‘pemicu’ konflik diantara kawan atau tetangga. Hati-hatilah.. main kira!
(3). Pikirkan & perhitungkan dengan seksama, tidak asal-asalan dan tidak terburu-buru. Hasil penginderaan dikirim ke otak belakang untuk diperkirakan lalu diolah (dan dibumbui dengan data-data lama yang telah direkam sebe-lumnya, dengan otak besar (depan). Semakin banyak ilmu & pengalaman, semakin ‘matang’ berfikirnya, hingga tidak mudah tersinggung, tahan dikritik (tidak sewot atau dendam), dsb.
Bila mengenai perkara besar dan atau penting maka buatlah studi kelayakan (walau kecil-kecilan), lalu dianalisa sendiri, atau dibahas dalam raker (rapat kerja), dimana semua (bukan hanya Ketua/ Direktur) diajak ikut berperan/ membahas proyek atau program. Keluasan ilmu umum (general knowledge) dan pengalaman, sangat berfaedah dalam menyempurnakan suatu Program/ Proyek Tirulah Tuhan waktu akan men-ciptakan manusia pertama (Adam). Semua malaikat diajak berunding, karena tindakan seperti yang 4JJI lakukan tsb dapat menciptakan:
a - sense of belonging dan keakraban, sinergi, serta kesatuan langkah.
b - sense of responsibility, ingat bahwa yang akan melaksanakan program/ proyek adalah anak-buah/ karyawan, bukan Direktur sendirian. Di Indonesia banyak suatu kantor atau suatu devisi (bagian) dari kantor..yang sang Direkturnya bagaikan sendirian bekerja, karyawan bagaikan ‘pembantu’ belaka! sense of acting, giat melaksanakan tugas dengan hati riang, amanah (jujur), ikhlas, serta selalu bersemangat. 5)
(4). Pertimbangkan dengan intuisi (perasaan yang dalam). Sikap no. 1-3 diatas sangat bergantung kepada IQ (kecerdasan), sedang intuisi berkaitan erat dengan EQ (Emotional Quotient) namun jangan kebablasan sehingga bersifat judi
(gambling). ….
(gambling). Secara matematis judi itu rasionya 1: 40.000, artinya banyak luput/ gagalnya dari pada suksesnya. Dalam bekerja hatinya harus selalu enjoy/ riang, ikhlas, kalem, tidak serakah (semua mau diambil, tidak mengingat Law of deminishing return), dsb.
Pekerjaan apa saja yang kita lakukan sehari2 sifatnya ‘berproduksi’ yang menuntut tersedia-nya 4 faktor: bahan, tenaga/ energi, alat, dan ahli. Memasak nasi saja perlu 4 faktor tsb, jika tidak ahli, bisa jadi kerak semua, apa lagi suatu proyek, perbankan, pabrik. Bahkan Sekolahpun perlu 4 faktor tsb (bahannya = murid, tenaga = guru & TU, alat = gedung & perangkat belajar, serta ahli (menejemen) = Kepala Sekolah). Tidak seimbangnya keempat faktor akan menu-runkan out put (hasil produksi). 6)
(5). Sadari (dengan Syu’ur/ das uber ich/ SQ (Spiritual Quotient) dengan mengesampingkan rasa malu, gengsi, keras kepala (kekeuh), dsb. Hitung dan bandingkanlah antara Target, Pro-gram, Kemampuan, serta Pengawasan. Sudah klop-kah atau belum? (ingat SWOT). 7)
(6). Putuskan, dengan melewati cara berfikir no. 1-5. Bagi perusahaan baru, biasanya disediakan ‘modal-hilang’ misalnya Rp. 500 juta. Setelah perusahaan/ bank/ sekolah/ koperasi dsb berjalan setahun, harus dievaluasi, baru kemudian diputuskan sbb :
a - diteruskan, dengan disuntik modal baru (darah segar), atau
b - diswitch/ diganti haluan, ganti proyek/ program /usaha lain.
* Berdirinya Bank Mu’amalat pertama kali di London dan Jeddah ialah dengn ‘modal-hilang’ dari Raja Faisal (Saudi Arabia) sebesar $ 5 Milyar US dollar dari saku pribadinya. Setelah berhasil, banyak negara yang ikut menyuntikkan modal termasuk Inggris, Prancis, Swiss. Sistem Islam mudhorobah (bagi-hasil) yang diterapkan Bank Mu’amalat bisa untuk dijadikan alternative bagi bank-bank konvensional, tetapi syaratnya ‘kejujuran, fair, sesuai hukum’ benar2 dapat ditegakkan. Niscaya laba Bank dan para nasabah/ penabung) akan lebih besar dari laba dengan sistem bank konvensional (biasa) yang sekarang berlaku umum sedunia.
Dengan kredit dan bunga ‘bagi-hasil’, perusahaan tidak akan dikejar bunga, karena cara bagi-hasil itu ‘share in gains and share in loses’. Belum lama ini Dirut Bank Indonesia menghadiri seminar Bank Muamalat (sedunia) di London. Beliau bercerita: ”Raja Inggris membuka seminar dan menjelaskan filosofi tentang Bank Muamalat dengan lancar dan komplit-plit.. pakai bahasa Inggris lagi..(kata beliau). Bank-bank Muamalat (atau Syariah) di Indonesia ini masih embrio, belum murni bersistem Syari’ah, masih dobel sistem: mudhorobah dan konvensional. Tapi kemajuannya menggembirakan”..
Tapi memang harus telaten jika ingin para penabung, pihak bank, dan peminjam (pengusaha) sama-sama untung, tak banyak agunan yang ‘terpaksa’ disita dan dilelang untuk pelunasan.
Ciri-ciri Orang bisa Maju
01. Berani Beropini, berpendapat, tapi harus dipikir dahulu, diutarakan dengan runtut, logis, halus, sopan, dst. Jika berbentuk kritik berikan juga solusinya ( = kritik membangun). Sayang kultur kita kurang mendukung ciri ini, misalnya ‘menjawab orangtua yang sedang bicara adalah ‘aib besar’, harus menunggu sampai beliau sele-sai berbicara seluruhnya. Kita sekarang harus mengubah kultur tsb supaya putra/i kita, murid dan mahasiswa kita, sempat beropini, menge-mukakan gagasan dan pendapatnya.
02. Mau serta mampu mendengarkan orang lain, walau tidak setuju isi-intinya, siapa tahu ada butir-butir yang berguna buat diri kita. Beri kesempatan, asal tidak melantur kemana-mana.
03. Cekatan mencari terobosan atau jalan keluar, terutama jika menemui jalan buntu atau dead lock. Jalan yang bijaksana, walau hanya 95 % benar dan 90 % baik. Benar itu sesuai aturan, sedangkan baik itu manfaatnya banyak. Pejabat Senior biasanya yang diberi hak untuk mengambil suatu kebijaksanaan, misalnya mini-mal Kepala Bagian, jika dalam militer Letnan,
di PNS…
di PNS golongan IV/a, di Perguruan Tinggi jika sudah Lektor, dsb. Contoh paling tepat orang yang pandai mencari terobosan ialah Gus Dur. Dan jika kecele atau gagal tidak menjadi soal “Gitu aja kok repot!”.
04. Tak suka menyalahkan pihak/ orang la- in, apalagi jika gagal.. berarti mencari kambing hitam. Hal ini hanya akan menciptakan musuh yang baru dan akan menjadi hambatan baru dan akan menjadi penyebab kemunduran. Bangsa kita punya penyakit ini, sebab sejak bayi jika ki-ta menangis ibu kita bertanya” “Siapa yang na-kal? Papi ya? mas Iwan ya?”. Dengan begitu, kita sejak bayi telah diajari berfikir subyektif, diajari cari kambing hitam, mencari alasan wa-lau tidak wajar dan tidak logis.. asal beralasan. Kita harus mengubah kultur kita, termasuk cara mendidik anak tadi. 8)
05. Tidak Xenophobia, yaitu sejenis penyakit jiwa, tandanya: bila dikritik sedikit saja sewot, marah, dendam, mengancam, menunda kenaik-an pangkat si pengritik, menyikut kawan (kill-er). Pejabat kita dahulu banyak yang seperti itu, semoga sekarang sudah berkurang/ hilang.. Ada penyakit hati ‘yang jika melihat orang lain rugi, celaka/gagal, hatinya senang dan mensyukurkan
06. Tidak gengsi, tidak malu bertanya, tidak malu jika gagal/ keliru, dsb. Memang sifat-sfiat tsb telah banyak diajarkan oleh orangtua jaman dahulu (kolot?), tujuannya agar kita bersifat ju-jur (demi kemajuan anak). Tapi jaman sekarang justru gengsi dsb diajarkan orangtua modern ke pada anak-anaknya.Anak2 diajar berlagak kaya walau tidak kaya, diajar sok tahu padahal tidak tahu, akhirnya sering keliru/ rugi/ malu, dsb.
07. Menutupi kesalahan dengan kesalahan baru. Akhirnya jalan didepannya menjadi bun-tu, lalu putus asa. Tidak tahan bantingan, lebih suka lari atau potong-kompas dari pada mengu-langi berusaha. Perilaku seperti ini membuat si anak akan semakin tertinggal dilandasan, se-dang orang lain sudah lepas-landas.
Perhatikan bagaimana Singapura, Malaysia, Viet-Nam, negara-negara Teluk, dsb, 25-30 ta- hun yang lalu mereka jauh dibawah kita, tapi sekarang..? Ketahuilah bahwa SDM kita seka-rang ini no.155 dari 158 negara yang sedang menggalakkan peningkatan SDM. Mahasiswa itu golongan elite (tak lebih dari 1,5 % pendu-duk Indonesia). Apakah kita akan tenang deng-an SDM nomer 155 tsb?
08. Bersemangat dan Ikhlas menuju kepada Profesionalisme (ahli), sebab di Era Globalisa- si tahun 2010-2020 yang diperlukan oleh gene-rasi muda kita (sebagai modal/ bekal) ialah:
a). professional, ahli, obyektif, disiplin.
b). jujur dan adil (fair), hal ini telah dikemukakan oleh Socrates tahun 400 s.M (2.400 tahun yang lampau).
c). integritas, sinergi, tidak suka mengadu (menjilat) atasan (ABS), tidak suka menjegal kawan, tetapi bisa bekerjasama sesuai net-work (jaringan kerja). 9)
• Adapun Ibadat dan Ajaran Agama (dari kita masing-masing) jangan disepelekan. Walau Akal kita hebat sekali (bila disbanding dengan makhluk lain, tapi tetap saja terbatas kemampuannya sebab manusia itu memang lemah dan hidup manusia itu susah (tak semudah hidupnya hewan/ tumbuhan tinggal matok, dan malaikat yang tak makan). Ketahuilah bahwa wahyu ilahi didalam Kitab Suci adalah membantu kelemahan Akal manusia. 10)
Banyak sifat negatif generasi muda kita yng dapat menghambat kemajuan diri- nya. Maka itu Mendiknas Prof. DR. Malik Fajar diakhir masa jabatannya mengeluarkan Surat Keputusan (SK Mendiknas) yang mewajibkan semua Fakultas memberikan mata kuliah baru Pengembangan Diri (2 sks), yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa, tanpa kecuali. ***.
---------------------------------------------------------
1). Bagi yang beragama Islam, lihat QS 95: 4-5, istilah Asfala Saafiliin sering diterjemahkan se-bagai ‘makhluk yang lebih rendah dari yang terrendah’, lebih hina dari binatang, baca QS 7: 179.
2). QS 17: 70…
2). QS 17: 70, 13: 11, dsb menjelaskan bahwa Al-lah takkan mengubah nasib manusia hingga mereka mengubahnya terlebih dahulu.
3). Akhir ayat QS 13: 11 menegaskan bahwa Allah jika menghendaki gagal atau sukses, tak seorang-pun bisa mencegahnya. Inilah 10 % nasib kita di Tangan Allah, disebut Takdir. Tapi kita wajib ber-usaha keras, berjihad (Hadits). Mendewakan Akal akhirnya tak mengakui Tuhan, lihat ajaran Empi-risme, Liberalisme, Atheis/Komunis, bahkan Nitze berkata “Tuhan telah mati”.
QS 2:32, 32: 9, 3: 14, 91: 8-10 dan itu merupakan Ketetetapan Tuhan Allah (Sunnatullah /Natural law/ Natur wet/ Hukum alam), sifatnya pasti, umum, tetap tidak berubah. Maka itu soal duniawi bisa diperhitungkan (bukan diramalkan). Kepan-daian dan keuletan kita menguasai ilmu alam dan mengeksploitasi isi alam menentukan ‘nasib’ kita.
4). Baca QS 49: 11-12, yang namanya su-udhon atau mengira itu berarti ‘belum selesai’ berfikir, pantas jika banyak yang meleset dan dosa. Hati2, jangan suka main kira, apalagi beritanya hanya me dengar dari orang lain, bisa menjadi fitnah.
Akal Manusia itu terbatas (manusia itu lemah-QS 4: 28), maka wahyu Allah adalah bisa membantu kelemahan manusia tsb (QS 42: 52, 93: 7-8).
4). QS 49: 11-12 kita dilarang su-udhon (berbu-ruk sangka, main kira2). Jug mwngolok2 (biasa-nya main-kira) kelompok lain, siapa tahu yng diolok lebih baik.
5). QS 9: 41 menjelaskan syarat sukses di Dunia itu ialah (1) ilmu, (2) kerja, (3) dana/ biaya. (Jer basuki mawa bea - Jw). Namun Allah Maha Kasih Sayang kepada yang tidak sombong & mau berdoa minta pertolonganNya (QS 40: 60, 2: 45). Sema-kin hati kita dekat kepada Allah, maka doa kita se
makin mudah dikabulkan (Hadits). Malaikat diajak mendiskusikan Program Allah menciptakan manu-sia pertama (Adam), lihat QS 2: 30.
6) QS 55: 9 menegaskan bahwa kita diwajibkan “menyeimbangkan apa saja” (termasuk faktor2 yg musti ada untuk suatu pekerjaan, hal2 yang cetirus paribus) kalau ingin sukses. Dan, QS 21: 7 menegaskan bahwa kita disuruh bertanya kepada ahlinya jika tidak mengetahui. dan Hadits: “Jika suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, tunggu saja hancurnya”. Manusia diperin-tahkan mempelajari dan menyelidiki Sunnatullah (hukum alam) demi kepentingan manusia itu sendi-ri. Agar manusia dapat mengambil manfaat isi bu- mi dan menghindari keburukan bumi dan lingkung-an seperti gempa, longsor, tsunami, dsb (QS 67: 3-4). Einstein bisa memenuhi perintah Tuhan ini hingga berkata-kata hikmah: “God is subtle but He is not mallicious” (Tuhan itu Maha Kuasanya luar biasa, tetapi Maha KasihsayangNya lebih dari luar biasa). Dengan menguasai Ilmu Pengetahuan Alam & ilmu Pasti lainnya, bumi dan isinya dapat ditaklukkan (QS 21: 105, istilah ‘sholichun’ diayat ini artinya ialah orang2 yang menguasai ilmu pe-ngetahuan tentang bumi dan alam semesta).
7). SWOT = membuat rancangan dengan mengi-ngat kemampuan, kelemahan/ hambatan, dorongan dari dalam dan luar diri kita, serta Target/ tujuan yang hendak dicapai
8). Anak kita dididik oleh Rumah (terutama Ibu) fkusnya Moral, Budipekerti, Akhlaq. Anak jangan diserahkan 100% kepada baby sitter atau pem-bantu, jika akhlaqnya seperti mereka, jangan sa-lahkan mereka, kita yang salah.. Dididik juga oleh Sekolah terutama disegi ilmu, dan oleh Masya-rakat terutama Pemerintah. Sayang masyarakt ki-ta cenderung merusak anak daripada mendidiknya.
QS 4: 9 Allah mewanti-wanti agar kita tak menu-runkan anak-cucu yng lemah, maka itu KB halal, di perkuat Nabi dengan Hadits ‘Azl-nya.
9). Ahli (QS 21: 7), jujur & adil (QS 16: 90), bisa kerjasama (QS 5: 2). Rasulullah Saw sebelum di-angkat jadi Rosul akhlaqnya istimewanya di keju-jurannya hingga diberi gelar Al-Amin (yang bisa dipercaya).
10). Tuhan Allah pasti lebih pandai dari Ciptaanya (manusia biasa, paranormal, dukun, syetan, dsb). Bukankah akal kita terbatas kemampuannya kare-na manusia itu lemah? (QS 4: 38) dan hidup itu sulit (QS 90: 4), perlu dibantu Wahyu Ilahi (QS 42: 52). *** Salam dari (Prof) H. Suharyadi Sumhudi.
Konsep A.K.U
Disarikan dari (beberapa bagian) Buku “Manajemen S.D.M. lewat Konsep A.K.U. oleh DR.Psi. R.Matin-das, Grafiti-2002
.
A.K.U. adalah singkatan dari:
A = Ambisi yaitu suatu hal yang ingin dicapai, misalnya: Tamat S.1 dari FE (gelar
SE dalam waktu 5 tahun dan IPK 3,0.
K = Kenyataan yaitu keadaan yang ada pada diri kita (Internal) maupun dilingkungan kita (Eksternal).
U = Usaha, yaitu kegiatan2 yang kita lakukan demi untuk mencapai tujuan(Ambisi) dengan mengingat kemampuan yang ada
(Kenyataan).
.
Adanya kesanggupan untuk menyadari & mengantisipasi (mengetahui dan memperki-rakan) kenyataan merupakan dasar dari terja-dinya perkembangan pada diri kita.
Telah dibicarakan panjang lebar sebelum-nya, kekuatan & kelemahan diri kita dan lingkungan kita. Dengan mengetahui secara jujur akan didapat kenyataan yng benar (tepat). Di sini dapat ditambahkan bahwa ada beberapa kekuatan in+external yang menurut perhitu-ngan matang dapat digunakan dlm memben-tuk Ambisi (tujuan yng akan dicapai) - hl.27 Dapat kita misalkan, tahun depan akan naik pangkat(bagi yang bekerja), jadi gaji akan ber tambah, atau perusahaan orangtua sedang bertambah maju, keuangan studi akan lebih terjamin, atau tadinya tidak bekerja (dan keu-angan mepet)akan mendapat pekerjaan tahun depan, dsb.
*Jika Ambisi (cita-cita) sudah sangat disa-dari dalam arti sudah “bertekad bulat”, maka secara otomatis akan melahirkan Usaha. Per-hatikan, Ambisi bukanlah keinginan yng ada pada diri kita (= angan2) tapi Kenyataan yng ingin dicapai (= planning/ program) - hl.27 Jangan sampai hanya Ambisi tapi tidak ber-usaha, itu namanya ‘bohong’ dan percuma. Secara kejiwaan, ada seseorang yang cita2-nya sangat tinggi atau luas, padahal kemampuan/kenyataannya rendah, sehingga: 1) dia berusaha sangat getol, tapi memang dasarnya pisik/akalnya tidak kuat, akhirnya sakit-jiwa. 2) sebenarnya dia mampu berusaha tapi ham-batannya sangat banyak, terutama malas, pa-da akhirnya mejadi Apatis (diam seribu kata, songong), ada lagi 3) ambisi besar, usaha nol, akhirnya menjadi Ngawur (bukan jahat tapi perbuatannya kurang terkontrol oleh Akal & Qolbunya), sering perbuatannya logis tapi tak berperikemanusiaan, terkadang emosi/marah besar pada hal sebabnya hanya sepele. Sering perilakunya murah & boros padahal keuang-annya lemah, dsb.
* Disinilah perlu & pentingnya kejujuran ketika membuat PP disegi Kenyataan (kemam-puan in+external) serta disegi Ambisi (Plan-ning/program). Sangat mengherankan kalau ada orang yang tak jujur dalam mendata ke-mampuannya … mengapa ‘menipu diri sen-diri’? Maka dari itu latihlah, biasakanlah un-tuk berfikir secara jujur, obyektif, dan sportif.
Konsep AKU diilhami oleh kesadaran bah-wa hampir seluruh tingkah laku manusia pada dasarnya adalah Usaha untuk mencapai sesuatu (Ambisi). Perpaduan ketiga hal tsb ( A,K,U ) merupakan dasar yang membentuk Kepribadi an manusia (seseorasng). Baca tentang pem-bentukan Dignity/ Jati-diri diawal makalah ini. Setiap manusia mempunyai gambaran AKUnya masing2, yang tidak sama dengan AKUnya orang lain.
* AKU seseorang akan terbentuk dengan baik bila ada keselarasan antara tiap unsurnya. Ini berarti bahwa Ambisi yang dimiliki seseo-rang haruslah disesuaikan dengan Kenyataan yang ada, dan didukung oleh Usaha yang te-pat – hl. 31-32.
Jika AKU kita belum tepat kemudian harus bagaimana? Jawabnya: coba diteliti kembali da ta2 A, K, dan U yang sudah kita buat, siapa tahu ada data yang didapat secara tak jujur?
Perlu diingat juga bahwa seseorang bisa saja mempunyai Ambisi (sesuatu yang ingin di-capai – bukan angan2) lebih dari satu. Tapi sebaiknya jangan terlalu banyak, maksimal 2. Sebab ya kalau ambisi2 tsb saling-menopang, jika saling-menghambat? Bisa berantakan se-mua Ambisi2 tsb.
Contoh (1): Ambisi pertama ingin lulus S.1 dalam waktu 5 tahun dengan IPK 3,0. Ambisi kedua ingin menikah/berkeluarga tahun depan. Kasus ini: 2 Ambisi yang Bertentangan. Sesuatu yng bertentangan pasti menimbulkan konflik (lahir-batin), lalu bingung, sering salah tingkah, dan bisa-bisa krisis yaitu kebingungan yang sangat, tidak tahu apa yang harus diker-jakan, akhirnya malah semuanya tidak tertangani! Maka itu harus dibuat urutan, mana yang lebih penting, harus dinomorsatukan. Misalnya Ambisi No.1 lulus S.1 dalam 5 tahun, maka jika bisa menikah dilaksanakan jika sekiranya jalannya studi lancar, menikah tahun depan diundur 1 atau 2 tahun lagi.
Contoh(2): Ambisi kesatu ingin membantu keuangan studi adik yang akan masuk Pergu-ruan Tinggi. Ambisi kedua ingin mmbeli mo-bil agar waktu bisa lebih effisien. Coba mana yng merupakan Ambisi yang harus dinomor- satukan? Sebenarnya kedua Ambisi tsb sama sama penting dan sama2 bisa dinomordua-kan, bisa ditunda tahun depan.
Contoh (3): Ambisi pertama ingin S.1 se-cepatnya, Ambisi kedua ingin Kursus Bhs. Inggris dan Mendalami ajaran Agama, se-dang Ambisi ketiganya ingin Mendidik anak yang masih balita lebih banyak.
Ketiga Ambisi tsb memang tidak membutuh-kan biaya banyak (kita mampu) tapi waktu? Jangan asal mau dan ‘merasa mampu’, sebab tangan kita hanya dua, sehari hanya 24 jam..
Keputusannya: karena mendidik anak balita itu memerlukan dasar2 ajaran Agama, maka yang ditunda adalah Kursus Inggris saja.
* Nah, mengatur jadual prioritas Ambisi2 dan mengatur waktu serta dana, memerlukan
[1]. Merenungkan & memikirkan, jangan terburu-buru, nanti banyak membuat kesalahan dan hasilnya bisa asal2an (tak memuaskan, minimal sekali).
[2]. Baca lagi n’Ach (ciri2 orang bisa maju) lalu pikirkan lebih dalam lagi. Pikirkan target jangka panjang, jangan hanya jangka pendek.
[3]. Kalau bisa, datalah kemungkinan2 yang dapat diupayakan (walau belum pasti), siapa tahu kemungkinan tsb bisa untuk mebantu terlaksananya dua-tiga Ambisi dapat diluncurkan dalam waktu yang sama.
Usaha dalam mencapai Ambisi dengan me ngingat Kenyataan (berupa perilaku: perbuat-an, perkataan, sikap atau berfikir) sering tidak cocok hingga Ambisi bisa tertunda, seret atau gagal,. Maka itu bisa saja Usaha diubah dite-ngah jalan, jika memang tidak pas/tepat, apa lagi situasi politik, masyarakat, dan perekono
Mian kita tidak stabil. Ketidakstabilan ini ja-ngan sekali-kali untuk ‘alasan’ gagalnya Ambisi..
* Nasihat penulis, terutama bagi mahasiswa/ generasi baru, camkanlah hal-hal dibawah:
1. Ambisi cukup satu dulu (lulus maksimal 5 th, dengan IPK 3,0).
2. Janga nboros (mubadzir) waktu & dana walau dana tersebut dari orangtua.
3. Masa kuliah adalah masa yang sangat menentukan masa depan Anda, masa yang tidak akan berulang (waktu tidak mungkin diputar ulang).
4. Waktu itu bagaikan pedang bermata dua, bila tidak Anda pakai untuk menebas sesuatu (Ambisi/target) didepan Anda, maka maka mata-pedang satu-nya lagi akan menebas leher Anda.
5. Bagi anaknya orang kaya atau orang besar, jangan suka menepuk dada dan berkata “Saya anaknya si Anu” tetapi katakan “Inilah aku”.. yang sudah memiliki A.K.U. yang selaras/ mantap.
Demikianlah, dengan uraian singkat dan pejelasan2 diatas Anda kiranya Anda sudah bisa membuat Policy and Planning. Selamat, doa restu penulis untuk Anda.***
Jumat, 31 Agustus 2007
AN ACHIEVEMENT
Posted by Unknown at 01.09
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar